Minggu, 14 Agustus 2011

SISTEM INFORMASI ICU

Sistem informasi ICU (SI-ICU) merupakan subsistem pada organisasi menejemen penyelengaraan ICU yang telah banyak diakui memegang peran sangat penting dan strategis, SI-ICU merupakan “perangkat” yang mampu memberikan paduan tentang dimanakah posisi pengelolaan ICU saat ini, apakah organisasi ICU telah dikelola sebagaimana seharusnya, sedang mengarah menuju ke mana organisasi ICU kita, apakah terdapat “badai” permasalahan yang mengancam, bagaimana cuaca dan suasana organisasi ICU saat ini dan lain sebagainya. Pendek kata SI-ICU bagaikan alat navigasi bagi sebuah perjalanan kapal di laut lepas.  Tanpa system informasi yang memadai tidak ada satu orang pun ( dokter / perawat / kepala pelayanan / kepala instalasi / kepala SMF / ketua komite medis / direktur pelayanan / direktur RS ) yang dapat mengetahui apa yang sedang terjadi pada organisasi ICU yang sedang kita layarkan. Walaupun kemungkinan “kebaikan / hal-hal baik” penyelenggaraan ICU bisa saja terjadi pada pengelolaan ICU tanpa atau minim SI-ICU, tetapi tanpa kita sadar ternyata “resiko buruk” cenderung lebih mungkin terjadi dan mengancam bagi sebagian besar pasien.. “Nakoda” kapal bernama organisasi ICU adalah leader yang memiliki otoritas bagi penyelenggaraan ICU, keputusan dan eksekusinya oleh leader demikian juga dokter / perawat / lainnya memerlukan data dan informasi. SI-ICU seharusnya menjadi landasan bertindak dan berkeputusan. Semakin canggih system informasi tersedia semakin mudah dan akurat data diperoleh oleh para pengambil keputusan, demikian juga sebaliknya semakin sederhana dan manual semakin minim informasi didapat semakin sulit bagi siapa saja untuk menentukan pilihan dan keputusan.
Dengan demikian maka SI-ICU sangatlah diperlukan untuk membantu mencapai tujuan agar lebih cepat dan lebih mudah terlaksana (Angka Kesembuhan, aman, mutu yang tinggi ), pada sisi yang lain sekaligus dimungkinkan dapat menghindar dari resiko buruk (mortalitas tinggi, komplikasi, adverse effect, inefficiency, high cost, dll)  yang selalu mengancam dan bisa sungguh sungguh terjadi.

Jadi apakah yang dimaksudkana dengan sistem informasi ICU?  SI-ICU pada hakekatnya adalah suatu sistem yang terdiri berbagai rangkaian prosedur yang mampu mencatat mendokumentasikan mengolah dan melaporkan perilaku pelayanan yang diselenggarakan oleh para petugas (dokter, perawat dan lainnya )dalam rangka memberikan pelayanan di ruangan  ICU. Anda boleh bayangkan bahwa peri laku setiap orang, kebiasaan, bahkan budaya kelompok penyelenggara pelayanan adalah fokus perhatian catatan dan perekaman oleh sistem ini. Mengapa perilaku kebiasaan dan budaya. Jawabannya dalah karena keberhasilan atau kegagalan, seberapa baik dan bermutu anda bekerja, efisien atau tidak, dan lain-lain sangat tergantung kepada “perilaku” pelayanan anda demikianjuga berarti tingkat mutu pelayanan ICU akan sangat bersesuaian dengan "budaya" kelompok anda (perilaku anda dan teman-teman anda) yang secara sengaja atau tidak sehari hari anda jalankan dan anda kerjakan.

Sistem informasi ICU adalah bagian dari sistem informasi yang lebih besar lagi cakupan dan jangkauannya yaitu system informasi rumah sakit. Sistem informasi ICU atau RS ini pasti ada di setiap penyelenggaran ICU / RS, dari penyelenggaraan sistem informasi yang bersifat manual dan sangat sederhana sampai penyelenggaraan sistem informasi yang computerized dan sanat canggih.  Gradasi pemilihan system ini sangat berfariasi dan berbeda beda cara dan perangkat yang dipilih dan dipergunakan, bukan saja oleh karena menyangkut alokasi budget / pendanaan yang harus disediakan, akan tetapi terlebih disebabkan oleh prioritas dan kepedulian pengelola institusi ( Direktur RS / Kepala instalasi RS ) terhadap kepentingan dan kebutuhan informasi untuk menyelenggarakan pelayanan yang baik dan bermutu. Pada tingkat yang paling “Primordial” sistem informasi cenderung tertutup atau bahkan tidak ada, hal ini disebabkan oleh karena kepentingan-kepentingan tertentu atau ketidak mengertian atau ketidak sadaran. Dari sudut pandang sebaliknya dapat dimeengerti bahwa data dan informasi sangat diperlukan dan perlu dilembagakan. Semakin baik dan semakin canggih penyelenggaraan SI-ICU menjadikan isyarat penyelenggaraan pengelolaan dan menejemen ICU yang lebih baik bermutu dan professional. Mengapa demikian, karena ketersediaan data dan informasi yang semakin lengkap cepat serta bisa diakses oleh setiap yang berkepentingan memberikan arti bahwa menejemen dilakukan secara lebih terbuka (jujur dan tidak ada yang ditutup-tutupi), obyektif (keputusan berdasar data dan informasi),  pragmatis (langsung pada latar belakang persoalan dan pencapaian tujuan), etis (tidak manipulative) dan professional (tahu mencarikan jalan keluar yang sebenarnya).

Sabtu, 13 Agustus 2011

MUTU PELAYANAN ICU


Mutu secara umum dikatakan sebagai suatu kondisi dimana “derajat kebaikan tertentu” bisa dicapai  atau bahkan melebihi ekspektasi. ICU dikatakan bermutu oleh karena dapat menyelenggarakan pelayanannya dengan cara tertentu dengan cara “memenuhi derajat kebaikan” yang ditetapkan. Untuk mempermudah melihat tingkat mutu penyelenggaraan ICU ditetapkanlah parameter yang disebut “Indikator Mutu”.
Mutu pelayanan ICU sangat berhubungan dengan sumberdaya (input) yang sediakan / dialokasikan, demikian juga berhubungan dengan “rekayasa proses” yang disusun dan dijalankan sehingga menjadi “perilaku / budaya”, dan pada gilirannya dapat dilihat berhubungan dengan hasil akhir (output). Dengan kata lain berbicara mutu berarti kita harus melihat apa dan seberapa baik sumber daya disediakan, bagaimana dan seberapa baik taktik strategi serta prosedur-prosedur yang diciptakan sehingga mampu melahirkan perilaku pelayanan yang dilaksanakan secara sistematis konsisten dan bertanggung jawab, sehingga pada akhirnya kita dapat menghasilkan suatu produk dan atau jasa.

Input
Bagi pelayanan di ICU aspek input sangatlah penting. Kalau kita bicara input paling kurang kita bicara man, money, material, method, time, technology dan lain sebagainya. Tidak ada unsure input yang tidak penting untuk menyelenggarakan pelayanan medis intensif apa lagi apabila kita hubungkan dengan tercapainya derajat pelayanan yang bermutu tinggi. Instalasi / unit / ruang ICU memang sengaja di ciptakan secara khusus sehingga ukuran-ukuran yang berlaku pun pasti akan berbeda dibandingkan ruang pelayanan lain di rumah sakit.
Oleh karenanya alokasi sumber daya memerlukan  standar yang tinggi. Setiap tenaga kerja tidak terkecuali termasuk dokter perawat atau tenaga professional lainnya adalah merupakan tenaga kerja dengan kualitas yang tinggi sesuai bidang pelayanan yang menjadi tanggung jawabnya. Berbicara mengenai dokter maka ia haruslah seorang “intensivist” atau minimal dokter spesialis dengan ketrampilan dan perilaku intensivist. Untuk tenaga keperawatan ia haruslah perawat yang telah mengikuti pendidikan khusus dalam bidang pelayanan keperawatan secara intensif. Demikian juga teaga lainnya adalah tenaga kerja yang memiliki kualifikasi khusus sehingga dapaat bekerja secara optimal di ICU. Dengan demikian maka para tenaga kerja di ICU adalah tenaga kerja yang terdidik dan berpengalaman.
Penempatan tenaga kerja yang tidak memenuhi kriteria, tenaga yang baru lulus dan belum memiliki pengalaman kerja / belum mengikuti pendidikan kursus atau pelatihan pelayanan medis intensif di ICU hampir pasti akan memperburuk jalannya proses pengobatan dan perawatan  yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas pelayanan ICU. Penyelenggara administrasi menejemen rumah sakit sering kurang memperhatikan hal ini oleh karena minimnya pemahaman tentang bagaimana seharusnya pelayanan di ICU harus dilaksanakan. Sengaja mengabaikan ketersediaan tenaga professional sesuai criteria yang ditetapkan sama halnya mengabaikan mutu pelayanan di ICU.

Proses
Proses adalah bagaimana suatu urusan dilaksanakan. Berbicara mengenai proses anda boleh membayangkan hiruk-pikuk, lalu lalang dan perilaku para tenaga professional di ICU dalam rangka melaksanakan pelayanan bagi si sakit. Perilaku dokter perawat atau tenaga lainnya tentu berbeda dibanding tatkala melakukan pelayanan di ruang pelayanan lainnya. Perbedaan ini harus terjadi oleh karena pelayanan secara intensif memiliki disiplin ilmu tersendiiri yang memiliki falsafah, tata nilai, pola / cara berfikir dan atau  prosedur yang khas untuk pelayanan intensif. Anda seorang dokter perawat atau tenaga lainnya haruslah memiliki disiplin ilmu kedokteran intensif.  Anda boleh saja berangkat dari latar belakang cabang keilmuan dan spesialisasi apa saja, tetapi anda haruslah seorang “intensivist” atau minimal anda mampu berperilaku sebagai intensivist.

Proses boleh jadi merupakan “wajah” dari penyelenggaraan pelayanan secara intentensif di ICU. Apabila anda salah mendesain proses pelayanan maka anda tidak akan melihat lagi pelayanan secara intensif walaupun anda memasang label atau tulisan instalasi / unit / ruang ICU di atas pintu masuk, boleh jadi anda hanya akan jumpai pelayanan yang tak beda jauh dengan mutu peleyanan di “general ward” semata.

Out Come
Hasil akhir upaya pengobatan maupun perawatan sangat tidak bisa dijanjikan. Dokter dan tenaga professional lainnya tidak memiliki kemampuan untuk memastikan keberhasilan pengobatan. Yang bisa dilakukan adalah melaksanakan “proses pengobatan ” sesuai perkembangan ilmu intensive mutakhir  (“Evidence based critical care”), sesuai standar proses yang ditetapkan, sesuai disiplin dan etika. Hasil yang baik akan lebih melegitimasi bahwa proses sudah dilaksanakan secara baik.


Rabu, 03 Agustus 2011

KETUA TIM MEDIS INTENSIVE CARE

Ketua Tim Medis Intensive Care (KTMIC) adalah pimpinan koordinator dan penanggung jawab utama penatalaksanaan pelayanan medis intensif di ruang ICU.
Siapakah pantas disebut sebagai KTMIC sangat tergantung kepada kebijakan rumah sakit setempat. Tidak peduli siapa menjalankan fungsi KTMIC, yang “paling penting /Utama” adalah harus ada KTMIC. Ketua tim medis intensive care merefleksikan pertanggung jawaban tertinggi dari penatalaksanaan pengobatan tindakan dan perawatan pasien kritis di ICU. Keberhasilan atau kegagalan penatalaksanaan pasien secara “proses” adalah tanggung jawab KTMIC.
Seorang KTMIC pastilah seorang dokter intensivist atau minimal ia adalah seorang dokter spesialis yang diperlakukan dan ditugaskan melakukan fungsi sebagai intensivist. Dokter spesialis itu bisa dokter anestesiologi, dokter spesialis lain sesuai latarbelakang penyakit utamanya.
Pemilihan dokter anestesiologi untuk ditunjuk menjadi KTMIC adalah sangat beralasan karena ia adalah dokter spesialis paling lama dan paling intens menggeluti dan terlibat dalam penatalaksanaan pasien kritis di ICU selama ia menjalani proses pendidikan.
Dokter spesialis pada umumnya dapat juga ia menjalankan fungsinya sebagai KTMIC, hal ini karena biasanya dokter spesialis pertama inilah yang memiliki inisiatif untuk merawat pasien di ICU. Biasanya terdapat kesesuaian antara keahlian / spesialisasi dokter terhadap penyakit utama pasien yang melatar belakangi sehingga ia harus dirawat di ICU.
Seorang KTMIC adalah dokter yang secara kelembagaan atau oleh karena prusedur ditunjuk untuk itu. Ia adalah dokter yang bersedia meluangkan sebagian besar waktunya untuk pelayanan medis intensif di ruang ICU, bersedia untuk hadir di ruang ICU kapan saja diperlukan. KTMIC adalah dokter yang harus selalu membuka akses telepon/komunikasi sehingga mudah terhubung dengan ICU. Ia adalah seorang coordinator sekaligus komunikator. KTMIC memiliki kompetensi dan menguasai prosedur-prosedur teknis dalam penatalaksanaan pasien kritis dan kegawat-daruratan.

Selasa, 02 Agustus 2011

DOKTER JAGA ICU

Keberadaan “Dokter Jaga ICU” (DJ-ICU) dipahami sebagai unsur PENTING yang harus ada dalam penyelenggaraan pelayanan intensif di ICU. Di rumah sakit pendidikan fungsi dan tugas dokter jaga ICU dilakukan oleh seorang dokter peserta pendidikan dokter spesialis yang dikenal sebagai “residen”. Bagaimana di rumah sakit non-pendidikan baik rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta. 
Secara “normatif” bisa dikemukakan melalui tulisan ini bahwa keberadaan dokter jaga ICU harus selalu ada dalam sistem penyelenggaran pelayanan medis intensif di ICU.
Banyak rumah sakit pemerintah atau swasta yang menempatkan dokter umum sebagai dokter jaga di ruang ICU. DJ-ICU menjalankan tugas secara penuh sepanjang waktu penugasannya untuk pelayanan di ruang ICU. Lazimnya seorang dokter DJ-ICU akan menjalankan tugas selama 8jam / hari, oleh karenanya terdapat 3 shift jaga yang ditetapkan berdasar penjadwalan yang disahkan . Dapat diperhitungkan setiap penyelenggaraan ICU minimal akan memerlukan 4-5 orang dokter jaga ICU, yang bekerja secara tim / kelompok.
Fungsi dan Tugas dokter jaga ruang ICU perlu dipertegas agar pertanggung jawabannya jelas. Kejelasan kedudukan dokter jaga ICU juga untuk menghindarkan dari pertanggung jawaban yang tidak seharusnya. Dokter jaga ruang ICU bukanlah penanggung jawab utama penatalaksanaan pasien di ICU, dokter jaga ICU tidak serta merta menggantikan fungsi dan tanggung jawan dokter intensivist atau dokter spesialis sebagai penaggung jawab utama keseluruhan penatalaksanaan pasien di ICU. Dokter jaga hanya perlu mempertanggung jawabkan apa yang ia putuskan dan dilakukan selama periode penugasan sesuai “Job description” yang telah ditetapkan.
Kedudukan DJ-ICU dapat ditetapkan bertanggung jawab kepada direktur ICU / penangung jawab ICU / koordinator ICU atau bertanggung jawab kepada SMF tertentu yang ditunjuk.
Fungsi dokter jaga ICU adalah 1) Professional medis bagian dari Tim Medis ICU  2) Representasi dari intensivist / dokter spesialis. 3) Komunikator medis intensif
Tugas dokter jaga ICU adalah: 1) Melakukan monitoring pasien 2) melakukan pengobatan dan atau tindakan medis (darurat) berdasar keputusannya sendiri atau atas permintaan dokter intensivist / dokter spesialis 3) Melakukan Resuscitation  4) Sebagai pengawas untuk memastikan bahwa rencana terapi dari dokter intensivist / dokter spesialis dapat berjalan sebagai mana mestinya 5) melakukan komunikasi kepada intensivist, dokter spesialis, perawat dan keluarga pasien.

Jumat, 29 Juli 2011

KOMUNIKASI

Dalam pelaksanaan pelayanan medis intensif "Komunikasi" kasi ibarat “oksigen”. Ia harus ada dan semua pelaksana pelayanan harus melaksanakannya. Komunikasi mutlak dilakukan oleh semua pelaku / pelaksana / penyelenggara pelayanan pasien di ruang ICU.  Begitu penting dan strategisnya peran komunikasi dalam penyelenggaraan ICU, tanpa komunikasi yang baik institusi ICU  akan menjadi “kering” dan “mati”, tak jelas lagi apakah masih pantas dijuluki dan menyandang predikat penyelenggara pelayanan intensif yang diperuntukkan bagi pasien sakit kritis.

Dalam penyelenggaraan  pelayanan medis intensif komunikasi sangat penting posisi dan perannya. Komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara dokter  atau dokter spesialis, dokter dengan perawat, dokter dengan pasien dan atau keluarganya dan lain sebagainya merupakan komunikasi utama.

 Sekilas melakukan komunikasi ini sangat mudah dan tidak tampak kepentingannya. Tetapi ternyata fakta dan data sehari-hari menunjukkan bahwa para penyelenggara pelayanan di ICU tidak menyelenggarakan prosedur komunikasi sebagaimana diharuskan. Pada tingkat yang ‘parah’ penyelenggaraan ICU seperti  nyaris tidak ada komunikasi sehingga tidak berlebihan kalau terkesan “Autistik”.

Satu ciri yang menonjol bagi pelayanan medis intensif adalah “Open” atau boleh juga disebut transparan atau mengikuti prinsip nilai keterbukaan. Tranansparansi dan keterbukaan hanya dapat diwujudkan apabila komunikasi dapat diselenggarakan secara tulus melalui mekanismedan cara tertentu yang dibangun ditetapkan ditaati, dimana semua pelaku menyadari bahwa melalui komunikasi untuk tujuan bersama menjadi lebih mudah dicapai dan berkualitas.

Saya bahkan anda dan kita semua tidak mengetahui tentang fikiran dan rencana orang lain kalau tidak ada cerita dan komunikasi. Dalam kontek pelayanan di ICU penting dan perlu anda bercerita diantara komponen pelaksana pelayanan satu diantara lainnya. Pasie kritis adalah pasien dengan problem berat dan besar. Yang anda ketahui dan anda maksud mungkin hanya sebelah kaki saja dari persoalan yang “segede” gajah. Tapi itu bukan masalah sepanjang anda dan para patner dan kolega secara terbuka saling berkomunikasi . Komunikasi bagi pelaksana pelayanan di ICU berarti juga menyelenggarakan koordinasi.

Anda saya dan kolega perlu mengetahui dan memahami mengenai hal-hal sebagai berikut:

Apa  yang sedang anda fikirkan. Temuan-temuan klinis adalah fakta yang bisa dilihat secara bersama-sama. Bagaimana anda membangun dan mengkonstruksikannya menjadi sebuah persepsi dan pemikiran ini menjadi persoalan bagi sebuah tim, boleh jadi akan terdapat perbedaan persepsi diantara para anggota tim atas kejadian dan peristiwa. Anda boleh sampaikan pemikran anda tanpa harus menolak pemikiran orang lain. Sebaiknya setiap penyelenggara pelayanan di ICU tidak boleh ragu menyampaikan pemikirannya.

Perbedaan dan perdebatan mungkin tidak bisa dielakkan tetapi ini harus diterima, yang merupakan bagian dari kultur / budaya institusi. Perdebatan harus diletakkan dalam bingkai dan dilakukan dengan cara yang bermartabat. Tidak boleh ada yang kalah tidak boleh ada ada yang dikecewakan, disinilah peran dari sebuah kepemimpinan dalam tim. Pimpinan dan anggota tim harus bersepakat bagaimana mekanisme serta format komunikasi akan dilaksanakan. Hindarkan terlau dominan komunikasi-komunikasi yang bersifat personal, ini bukan persoalan individu per individu, ini adalah tanggung jawab bersama.

Apa yang anda sedang dan akan lakukan. Adakah kemungkinan tidak bersesuaian dengan apa yang dilakukan patner dan kolega lainnya. Kenyataan tak bisa ditutup-tutupi hal demikian sangat sering terjadi. Pendidikan dan pekerjaan yang dikembangkan dengan secara sangat spesialistis tidak perlu diragukan manfaatnya akan tetapi peluang dan kemungkinan menghasilkan “ego sektoral” dan keterbatasan sektoral menjadi tak terhindarkan. Lalu bagaimana hubungannya dengan pelayanan di ICU? Yang harus difahami bahwa penatalaksanaan di ICU adalah bersifat sementara dan hanya berhubungan dengan kondisi kritis yang mengancam jiwa seseorang. Hanya sebatas itu. Ini adalah sepenggal waktu yang tidak dapat dihindari dan harus menimpa seseorang, segmen waktu dimana tim harus berdaya upaya menyelamatkan pasien dari perburukan  yang bisa berakibat fatal. Selanjutnya secara fisiologis pasien akan mampu mempertahankan kehidupan dengan sendirinya. Jadi pelayanan ICU adalah masalah prioritasisasi dari rangkaian penyembuhan pasien. Komunikasi menjadi solusi bagi perbedaan pemikiran persepsi dan pendapat, dalam sebuah paradigm kesementaraan kegawatan dan penyelamatan.

Pemikiran latar belakang dan alasan sangat mungkin beragam dan berbeda tetapi tujuan harus satu yaitu mengatasi penderitaan mengembalikan pasien kepada kondisi fisiologis atau mendekati kondisi fisiologis sehingga pasien mampu untuk mempertahankan kehidupannya sendiri tanpa bantuan alat dan orang lain.

Semua fihak yang berkecimpung dalam pelayanan medis intensif di ruang ICU hampir pasti semua sepakat dan mengakui pentingnya menyelenggarakan komunikasi secara baik dan maksimal. Apakah dia seorang dokter perawat atau tenaga professional lainnya tidak bisa dihindarkan haruslah insane-insan yang komunikatif, ringan untuk menyapa memberitakan melakukan krarifikasi bahkan tidak segan melakukan koreksi terhadap hal-hal yang secara keilmuan ia anggap benar. Sebaliknya setiap professional juga harus rela dan iklas untuk menerima kritikan, koreksi serta menjawab pertanyaan. Komunikasi professional secara timbal balik seperti inilah yang seharusnya dipelihara dan dipraktekkan dalam menyelenggarakan pelayanan pasien di ICU.
Komunikasi yang etis dan estetis semestinya menjadi “budaya” yang sengaja dipelihara dan dihidup-hidupkan. Kompleksitas permasalahan dan derita penyakit pasien yang berhadapan dengan lingkaran berbagai professional yang memiliki latar belakang disipin ilmu / spesialisasi / keahlian yang berbeda-beda menjadikan komunikasi sebagai pengikat dan pemersatu untuk menyelesaikan problem sehingga tujuan pengobatan dan perawatan dapat terlaksana secara baik.
Pertanyaannya adalah apakah setiap professional telah melakukan komunikasi kepada sejawat  / kolega dan atau patner kerja sebagaimana seharusnya. Tidak ada yang berani menjamin dan memastikan akan hal ini. Boleh jadi masing-masing professional cenderung berdialog hanya dengan dirinya sendiri.

Terdapat begitu banyak alasan dan kepentingan yang menjadikan komunikasi diantara para professional penyelenggara pelayanan di ICU tidak selalu dapat terlaksana secara baik.

1.      Kemampuan berkomunikasi ( Dokter, Perawat ) tidak memadai / buruk
2.      Ego dan kepentingan-kepentingan tersembunyi yang melekat pada pimpinan RS atau pelaku pelayanan   (dokter)
3.      Hubungan pribadi masing-masing personil (dokter, perawat atau petugas lain) tidak baik / tidak harmonis / tidak berkualitas
4.      Ketrampilan dan pengetahuan medis intensif / perawatan intensif yang tidak memenuhi standar
5.      Pemahaman tentang operasionalisasi pelayanan ICU oleh pimpinan RS dokter dan perawat yang cenderung berbeda-beda, tidak lengkap atau bahkan salah
6.      Mekanisme menejemen organisasi ICU yang tidak bisa berjalan sebagaimana seharusnya

Alasan-alasan tersebut bukan berarti komunikasi yang tidak standard an tidak sebagaimana mestinya kemudian boleh dimengerti. Justru penulis ingin mengatakan bahwa factor penyulit seperti tersebut diatas harus diselesaikan dengan cara yang menejerial dan sistematis. Rekayasa-rekayasa sosial perlu dilakukan oleh fihak-fihak berkepentingan (Direktur RS, Ketua Komite Medis, Kepala Instalasi, Koordinator pelayanan, Ketua Tim Medis, dokter, perawat dan lain-lain) sehingga dapat terealisasikan “budaya komunikasi“ yang baik. Penulis beranggapan bahwa terselenggarakannya komunikasi yang baik merupakan “mahkota” tingkat keberadaban budaya bagi institusi bersangkutan.

TIM MEDIS "PELAYANAN MEDIS INTENSIF"

          Pasien yang mengalami keadaan gawat dan kritis merupakan pasien-pasien yang menderita problem kesehatan pada derajat sangat berat, pada umumnya juga bukan hanya mengalami problem simple dan bersifat tunggal, pasien demikian adalah pasien yang mengalami problem "ganda" dan kompleks. Oleh karenanya tata laksana pasien kritis sedemikian akan dilakukan oleh lebih dari satu orang dokter intensivist, perawatan dan pengobatan akan dilakukan oleh "Tim Medis Intensive Care" . Para dokter penyelenggara pelayanan di ICU ini adalah para dokter yang terdiri atas berbagai latar belakan keahlian dan spesialisasi, yang mempersamakan mereka adalah bahwa mereka adalah para "intensivist" atau minimal adalah para dokter spesialis yang memiliki dan telah mengikuti "Course" minimal dibidang antara lain: Advanced Cardiac Life Support, Advanced Trauma Life support dan Fundamental Critically Care Society.

          Tim Medis Intensive Care (TMIC) merupakan organisasi para dokter yang secara bersama bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pelayanan pengobatan dan perawatan pasien selama di ICU. Tim Medis Intensive Care ini dalam operasionalisasi sehari-hari dibawah kepemimpinan seorang Ketua Tim Medis Intensive Care (KTMIC) yang mengkoordinasikan upaya penyembuhan pasien.

          Secara institusional TMIC adalah para profesional yang bertanggung jawab atas kualitas pelayanan bagi institusi ICU. Ketua bersama para anggota melakukan telaahan diskusi-diskusi, analisis-analisis berhubungan dengan pelayanan yang dilakukannya.Koreksi dan pengembangan pelayanan ICU sangat mungkin berangkat dari recomendasi tim medis intensif seperti ini.

          Analisis-analisis medis profesional sangat berguna bagi perbaikan kualitas pelayanan medis intensif.

          "Peer Review" di bidang klinis medis sangat potensial dan sangat kompeten bagi pengembangan ilmu kedokteran dan pelayanan medis intensif di ICU.  

DOKTER "INTENSIVE CARE"

          Apakah pengobatan tindakan dan atau perawatan pasien-pasien kritis perlu dilakukan oleh dokter "ahli khusus" dibidang itu?. Jawabannya mutlak "ya". Mengapa demikian, oleh karena penatalaksanaan pasien kritis yang mengalami gagal fungsi organ dan terancam keselamatan jiwanya perlu dilakukan oleh dokter yang memiliki pengetahuan ketrampilan bahkan pengalaman memadai mengelola pasien sakit kritis.

          Siapakah orang yang tepat untuk melayani pasien kritis seperti ini? Dokter yang paling tepat melakukan pengobatan dan perawatan pasien "Critically Ill" adalah seorang "Dokter Intensivist" yaitu seorang dokter ahli / spesialis yang telah selesai menempuh pendidikan khusus di bidang "Ilmu Kedokteran Intensif"

         Apakah Intensivist adalah satu-satunya dokter yang bisa melakukan penatalaksanaa di ICU? Tentu tidak, karena dalam praktek sehari-hari saat ini di Indonesia tenaga dokter Intensivist belum tentu tersedia sampai di kota-kota propinsi apa lagi di wilayah kota dan kabupaten.

          Dokter Anestesiologi adalah dokter spesialis I ( satu ) yang dalam program dan kurikulum pendidikannya merupakan dokter spesialis paling banyak dan paling "intens" menekuni dan melakukan tugas-tugas dibidang pelayanan intensif di ruang ICU. Ruang-ruang ICU di rumah sakit pendidikan seperti di RSCM Jakarta, RSUD DR Soetomo di Surabaya, RSUP Dr. Karyadi di Semarang, RSUD Hasan Sadikin di Bandung misalnya adalah ICU pusat pendidikan yang dikelola secara langsung oleh purat-pusat pendidikan dokter spesialis I bidang Anestesiologi.Dari 4 (empat ) tahun program pendidikan dokter spesialis yang harus diselesaikannya calon dokter spesialis anestesiologi harus mengikuti program pendidikan dengan melaksanakan pelayanan di bidang pelayanan intensif sela kurang lebih 1 (satu ) tahun lamanya.Dengan demikian maka dokter spesialis anestesiologi adalah dokter spesialis I paling kompeten untuk meng-"handle" kasus-kasus critically ill. Hampir pasti tidak ada program pendidikan dokter spesialis lain di Indonesia yang memiliki progran pendidikan pelayanan medis intensif seperti yang dilakukan oleh pendidikan dokter anestesi. Bukan berati bahwa dokter anestesiologi "tahu" semua tentang penyakit tetapi adalah dokter spesialis yang pantas menjadi "Leader" dalam penatalaksanaan pasien-pasien kritis di ICU.

Seorang dokter yang melakukan pelayanan di bidang pelayanan medis intensif haruslah para dokter yang memiliki bekal pengetahuan ilmu kedokteran intensif secara memadai dan harus selalu dikembangkan. Ketrampilan-ketrampilan khas pelayanan intensive harus dikuasai. Pola pikir perilaku dan sikap pelayanan sebagaimana seorang intensivist harus diterapkan, menyediakan waktu cukup untuk pelayanan medis intensif di ruang ICU menjadi keharusan. Kesediaan untuk menyediakan sarana agar dapat diakses setiap saat tak dapat dihindari. Seorang dokter ICU harus bersedia hadir setiap saat diperlukan untuk datang di ruang ICU apabila dipanggil dan diperlukan.


Dokter yang melakukan pelayanan medis intensif adalah seorang dokter profesional yang mampu "mendeteksi" problem kritis dan kegawatan pasien, mampu menyusun strategi dan prioritas jangka pendek dan jangka panjang dalam rangka upayanya menyembuhkan pasien. Harus mampu menghindarkan pasien dari perburukan kondisi akibat keputusan-keputusannya. Dokter ICU adalah dokter dengan kepribadian dan sikap "open" yang mampu melakukan pelayanannya secara holistik: mendiagnosis, merancang dan melaksanakan pengobatan dan tidaka, mau dan mampu mengikuti arah perjalanan klinis pasien, serta mampu membina kerjasama serta komunikasi dengan fihak-fihak lain.